Sat. Apr 8th, 2023

kabaraku.com

Berita Terkini, Sinopsis Film Terbaru 21, Olahraga Sepakbola

Kesehatan – Apa Sebab Belum Adanya Vaksin MERS Serta Ebola?

2 min read

Sampai dengan saat ini, masih belum ada obat maupun anti virus yang efektif guna mengatasi penyakit bernama Sindrom Pernapasan Akut Timur Tengah atau Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus /MERS-CoV serta Ebola. Yang menjadi hambatan utama diantaranya adalah lantaran pasien gejala MERS harus segera dilakukan diagnosa antara lain menggunakan Real-Time PCR (RTPCR). Itu dikatakan Emiritus Professor asal Burnet Institute, Melbourne, Australia Prof Gregory Tannock, M.Sc., Ph.Di, pada sebuah kuliah tamu bertemakan “Life Threatening Viral Infection: Epidemiology, Diagnosis, and Prevention” pada Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya (FK UB), pada hari Kamis (16/10/2014).

MERS pertama kali dijumpai pada Saudi Arabia. MERS dipicu oleh coronavirus menyerupai SARS, tetapi memiliki sejumlah perbedaan. “Gejala pada pasien terjangkit MERS diantaranya demam tinggi, diikuti batuk, pneumonia akut, dan sindrom gangguan pernapasan akut, serta kegagalan multi-organ, bahkan kematian,” terangnya. Sementara virus ini diduga datang dari kelelawar maupun unta yang telah menjangkiti populasi manusia pada kurang lebih 1 tahun lalu, sebelum ketika didapati kasus yang pertama. “Agustus 2014 yang lalu, ada 730 kasus dengan 40-50 persen diantaranya tercatat meninggal. Hingga kini, masih belum ada vaksin guna mencegah penyakit ini serta masih belum ada antivirus yang efektif,” lanjutnya.

Maka dari itu, pasien gejala MERS perlu segera didiagnosa memakai Real-Time PCR (RTPCR). Di lain sisi, virus ebola tercatat pertama diidentifikasi dari Republik Demokratik Kongo tahun 1975 silam. “Virus tersebut amat mudah menular, cukup sejumlah kecil dari virus itu saja sudah mampu menyebabkan kerusakan pada organ tubuh secara multiple,” terang pakar vaksin tersebut. Sementara tentang kriteria diagnosis bagi ebola menurut pihak CDC, diantaranya meliputi demam pada 38,60 C, rasa nyeri kepala yang hebat, nyeri pada otot, diare, serta muntah, bahkan perdarahan yang tak jelas apa penyebabnya juga adanya riwayat berkunjung pada daerah endemis dan kontak terhadap penderita Ebola selama 21 hari terakhir. “Namun Ebola hanyalah terapi suportif semisal mengembalikan keseimbangan antara cairan dengan elektrolit, dan masih belum ada terapi spesifik guna penyakit ini,” terang Tannock.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *