Kabar Politik Terpanas – Sekjen PDIP: Istilah Petugas Partai Adalah Wujud Penghormatan Bagi Kader
2 min read
Hasto Kristiyanto selaku Sekjen PDIP menilai ada banyak pihak yang masih belum bisa memahami arti sesungguhnya dalam istilah ‘Petugas Partai’. Ia mengatakan bahwa sebutan tersebut merupakan ebuah panggilan kehormatan kepada seorang kader yang mempunyai posisi strategis dalam struktural partai, eksekutif, dan legislatif. “Kader yang menerima penugasan serta berhasil duduk dalam lembaga eksekutif contohnya, hanya kan terjadi sai yang bersangkutan itu mejalani proses seleksi, penugasan, kemudian akhirnya diperjuangkan secara bersama demi bisa duduk pada lembaga terhormat itu,” terang Hasto pada keterangannya yang diterima, pada Senin (13/4/2015).
Bagi mereka yang menerima sebutan petugas partai, terang Hasto, ini artinya sudah menjalankan garis kebijakan ideologis milik partai. Contohnya adalah saat Presiden RI, Joko Widodo yang juga menjadi kader PDIP secara tegas menolak adanya impor beras. “Semisal saat Pak Jokowi memutuskan kebijakan untuk menolak impor beras serta lebih memilih untuk meningkatkan kemampuan petani dalam berproduksi merupakan contoh keputusan yang wajib diambil oleh petugas partai demi mewujudkan Indonesia berdikari dalam hal pangan,” sambung Hasto.
Lebih jauh, istilah ‘petugas partai’ tersebut sejatinya juga sudah ada pada sejarah pergerakan dalam meraih kemerdekaan negara Indonesia. Pada saat itu, PNI memiliki tugas untuk mendidik, menyadarkan, serta memimpin kekuatan massa rakyat. Mereka yang sudah terbukti sanggup mengorganisir rakyat, lalu ditugaskan oleh ihak partai agar terjun ke tengah rakyat. “Demikian pula halnya pada sistem pemilu Indonesia, saat partai sukses meraih kepercayaan rakyat pada pemilu, maka selanjutnya partai akan menugaskan kadernya yang terbaik demi menjadi anggota legislatif, serta sanggup mengusung calon presiden. Dan di situlah sebenarnya makna sejati dari petugas partai tersebut muncul,” pungkasnya.
Seperti yang diketahui bahwa istilah petuas partai ini menjadi akrab di telinga usai sering disebut-sebut oleh Ketum PDIP terpilih, Megawati Soekarnoputri dalam pidatonya saat Kongres PDIP di Bali. Sejumlah pengamat politik Tanah Air banyak membahas tentang pelontaran istilah tersebut yang diyakini terhadap Jokowi sebagai sesuatu yang kurang pantas untuk dipublikasikan.
