Guru SD di Surabaya Cabuli 8 Muridnya Dengan Modus Periksa Kesehatan
2 min readGuru SD di Surabaya Cabuli 8 Muridnya Dengan Modus Periksa Kesehatan – Unit PPA Satreskrim Polrestabes Surabaya mengamankan seorang guru SD swasta berinisial NHB (40) karena mencabuli delapan siswa-siswinya. Modus pencabulan itu dengan cara memeriksa kesehatan korban.
Pelaku diamankan pada Februari setelah petugas mendapat laporan dari para orang tua korban.
Wakasat Reskrim Polrestabes Surabaya Kompol Ardian Satrio Utomo, Kamis (12/3/2020) mengatakan kami mengungkap kasus pencabulan anak di bawah umur di mana korbannya lebih dari satu orang baik laki-laki maupun perempuan. Saat ini, yang teridentifikasi masih ada delapan orang.
Ardian menambahkan, pelaku diketahui merupakan seorang
guru matematika di salah satu SD swasta di Surabaya. Namun kini, pelaku sudah
dikeluarkan dari sekolah.
Aksi pencabulan itu sendiri dilakukan sejak
November 2019 hingga Maret 2020 atau sekitar 5 bulan. Polisi masih melakukan
pendalaman apakah ada korban lainnya.
Delapan korban itu terdiri dari lima siswa dan
tiga siswi. Mereka adalah murid dari pelaku. Aksi pencabulan itu dilakukan
dengan modus memeriksa kesehatan para korban.
Ardian menambahkan pencabulan itu dilakukan hanya
bermodalkan stetoskop yang mana merupakan alat untuk mendengarkan bunyi kinerja
alat tubuh dalam rongga dada. Pelaku kemudian membuka baju korban lalu
melakukan pencabulan.
Ardian mengungkapkan pelaku berusaha untuk
memandikan atau membersihkan badan para korbannya. Aksinya itu dilakukan di
kamar mandi rumahnya dan di sekolahnya.
Dia menambahkan jadi pelaku menggunakan
stetoskop untuk memeriksa kesehatan para korban, meskipun pelaku tak memiliki
kemampuan kedokteran.
Polisi juga akan melakukan pemeriksaan terhadap
kejiwaan pelaku. Sementara NHB mengaku menyesal dengan perbuatan yang sudah dilakukannya.
Atas perbuatannya, pelaku terancam dijerat dengan
Pasal 82 ayat (1) dan (2) UU RI No 17 Tahun 2016 jo Pasal 76E UU RI No 35 Tahun
2014 mengenai penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2016 mengenai perubahan kedua, atas UU RI 23 Tahun 2002 tentang
perlindungan anak. Dan terancam hukuman paling singkat 5 tahun dan maksimal 15
tahun penjara serta denda paling banyak Rp 5 miliar.