Kecintaan Valentino Rossi Akan Dunia Balap Membuatnya Enggan Berhenti dari MotoGP
2 min readKecintaan Valentino Rossi Akan Dunia Balap Membuatnya Enggan Berhenti dari MotoGP – Di usia yang sudah menginjak kepala empat, Valentino Rossi diketahui masih tetap mengikuti balapan MotoGP. Kecintaannya terhadap dunia balap yang menjadi alasan Rossi untuk tetap menggeber motor di lintasan.
Valentino Rossi merupakan pebalap yang paling
tua yang masih mengikuti ajang MotoGP pada kelas utama di musim lalu. Kala itu,
The Doctor sudah berusia 40 tahun.
Meski sudah berumur, akn tetapi Rossi belum
menunjukkan tanda-tanda untuk segera gantung helm. Dalam kompetisi balap MotoGP
2020 nanti, peraih juara dunia kesembilan kali tersebut akan mengikuti musim yang
ke-25 pada ajang balap motor sepanjang kariernya.
Padahal di tahun depan, Rossi akan memasuki
usia yang ke-41 tahun yang tepatnya pada tanggal 19 Februari. Pebalap tim
Monster Energy Yamaha itu mengaku alasan dirinya masih menolak untuk berhenti
dari ajang MotoGP yakni karena kecintaannya dan kebahagiaan ketika menekuni
dunia balap, meski saat ini dirinya dianggap sudah tidak lagi kompetitif.
Rossi mengatakan saat balapan motor dibutuhkan
pergerakan, refleks, pikiran, perhatian, serta gestur tubuh. Hal tersebut juga akan
membawa berbagai keuntungan, hasrat, sedikit risiko, dan kebahagiaan yang
eksklusif. Dia juga bisa merasakan kenikmatan saat memenangi dan meraih
sesuatu, satu tujuan, serta satu pencapaian.
Dia menambahkan mengikuti balapan motor layaknya
menghilangkan momen-momen saat tidak ada hal lain yang bisa dilakukan,
menghabiskan waktu, dan dapat menghilangkan rasa bosan.
Rossi mengatakan balapan ibarat sebuah sistem
untuk tetap hidup, meraih kemenangan dan menjadi juara dunia sebab dunia selalu
maju. Hal itu merupakan sebuah aspirasi, pilihan dan atau satu sikap yang bisa
menguatkan perasaan, reaksi, serta kebahagiaan.
Dia menuturkan ketika mengikuti balapan, anda
perlu melakukan persiapan yang matang dan kemampuan khusus, kalau tidak maka akan
terjadi kesalahan dan petaka. Ketika membalap juga dibutuhkan hati dan pikiran.
Hal itulah yang membuat kami untuk bisa menghargai sebuah kelambatan, saat
tidak ada artinya untuk menjadi yang tercepat.