Tue. Apr 11th, 2023

kabaraku.com

Berita Terkini, Sinopsis Film Terbaru 21, Olahraga Sepakbola

Berita Politik Terhangat – Selesai, Persoalan Calon Golkar Untuk Pilkada

2 min read

Persoalan siapakah pihak yang memiliki hak guna memberikan tanda tangan demi menyodorkan calon kepala daerah di Pilkada serentak tahun 2015 dari Partai Golkar sudah terjawab. Dari putusan sela Pengadilan Negeri Jakarta Utara, hari Senin 1 Juni 2015 diputuskan bahwa kepengurusan pusat dari Partai Golkar sesuai dengan SK Menkumham, yaitu hasil dari Munas Ancol, ditetapkan berstatus quo dan seluruh putusannya tak memiliki efek hukum.

Ata adanya putusan tersebut, maka dapat dijadikan dasar oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam menetapkan kepengurusan dari DPP Golkar manakah yang boleh ajukan calonnya. “Seharusnya demikian. KPU harus mau menaati keputusan pengadilan. Sebab putusan pengadilan tersebut tak ada bedanya dari putusan provisi, putusan sela ataupun putusan akhir, seluruhnya adalah putusan pengadilan yang harus ditaati segenap pihak,” kata Yusril Ihza Mahendra selaku kuasa hukum penggugat, setelah gelaran sidang putusan sela, pada Pengadilan Negeri Jakarta Utara, hari Senin 1 Juni 2015.

Selain itu, pakar hukum tata negara tersebut juga mengatakan bahwa salah argumen KPU bahwa yang bisa diakui KPU ialah putusan dari Menkumham yang terakhir. “Ada 2 alasan mengapa tidak benar (putusan KPU), satu ada putusan PTUN dimana dinyatakan pelaksanaan putusan ditunda. Yang kedua, pada hari ini menjadi lebih tegas (ARB & Idrus Marham selaku ketua umum serta sekjen sah),” terang Yusril.

Pada putusannya, majelis hakim menyatakan bahwa demi mencegah vakumnya kepemimpinan Golkar, semisal guna menentukan pilkada ataupun lakukan hukum yang lainnya semisal pergantian anggota DPR dan serta pimpinan daerah, haruslah lewat kepengurusan Munas Riau. “Maka dari itu, siapakah yang berwenang untuk mensahkan hal itu (calon kepala daerah) ialah DPP Golkar Munas Riau tahun 2009. Tegas sekali,” ujar Yusril.

Putusan sela tersebut, ujar dia, kekuatannya setara dengan putusan final. Wajib ditaati sebelum jatuh putusan final maupun yang merubahnya. Maka dari itu, dilanjut Yusril, siapapun harus mau mentaati. Terlebih, majelis hakim memasukkan itu dalam amar putusannya, bukannya dalam pertimbangan seperti dalam putusan hakim di PTUN Jakarta 18 Mei 2015 lalu.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *