Nasional – Anggota Komisi III DPR RI, Abdullah, mendesak kepolisian untuk segera memproses hukum anak bos toko roti, George Sugama Halim, yang diduga menganiaya pegawai toko berinisial D di Cakung, Jakarta Timur.
Kasus ini dilaporkan ke polisi sejak Oktober 2024, namun hingga kini belum menunjukkan perkembangan berarti.
“Kasus itu sudah dua bulan lalu dan sudah dilaporkan ke polisi. Kami minta polisi bergerak cepat memproses hukum,” ujar Abdullah pada Senin 16 Desember.
Menurut Abdullah, penganiayaan tersebut bukan kali pertama dilakukan oleh George. Bahkan, selain melakukan kekerasan fisik, George juga disebut menghina martabat pegawainya dengan perkataan yang merendahkan, seperti menyebut korban miskin.
“Tindakan seperti ini jelas bukan hanya penganiayaan, tetapi juga penghinaan terhadap martabat seseorang,” tegas Abdullah.
Ia juga mengecam pernyataan George yang mengaku kebal hukum dan tidak mungkin ditindak oleh aparat. Menurut Abdullah, klaim tersebut adalah bentuk penghinaan terhadap hukum serta institusi penegak hukum di Indonesia.
Abdullah mengingatkan bahwa tidak ada warga negara yang kebal hukum. Sebagaimana diatur dalam Pasal 27 ayat (1) UUD 1945, semua warga negara memiliki kedudukan yang sama di hadapan hukum. Hal ini juga ditegaskan dalam Pasal 28 D ayat (1), yang menjamin setiap orang memperoleh perlakuan yang setara di hadapan hukum, serta perlindungan dan kepastian hukum yang adil.
“Hukum harus ditegakkan tanpa memandang status sosial atau jabatan. Semua orang sama di mata hukum,” lanjut Abdullah.
Abdullah menambahkan, kasus ini harus menjadi pelajaran penting bagi para pengusaha agar tidak bertindak arogan terhadap karyawannya. Menurutnya, seorang pemilik usaha wajib memperlakukan pegawainya dengan adil, tanpa ancaman, intimidasi, paksaan, atau kekerasan.
“Jangan sampai ada tindakan seperti penahanan gaji, ancaman, apalagi kekerasan terhadap karyawan. Tindakan seperti ini tidak bisa dibiarkan,” katanya.
Abdullah juga mengingatkan pihak kepolisian untuk menjalankan tugasnya dengan profesional dan tidak tebang pilih dalam penegakan hukum. Ia mengkritik fenomena no viral, no justice, yang menunjukkan penegakan hukum sering baru berjalan setelah kasus menjadi viral di media sosial.
“Kami meminta agar penegak hukum tidak lagi menunggu kasus ini ramai di publik. Tegakkan hukum dengan adil, tanpa memandang siapa pelakunya,” tutupnya.