Nasional – Seorang pria mengamuk di Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Karawang, Jawa Barat, Senin (5/5/ 2025) siang, setelah bayinya yang baru lahir meninggal dunia hanya tiga jam seusai persalinan. Insiden ini mengejutkan pengunjung dan staf rumah sakit yang tengah beraktivitas seperti biasa.
Edwin (30) meluapkan emosinya di lobi RSUD Karawang membawa mikrofon sambil berteriak mengungkapkan kekecewaannya terhadap pelayanan rumah sakit yang dinilai lamban dalam penanganan istrinya yang akan melahirkan pada Selasa (29/4/2025), sehingga bayinya meninggal dunia.
Pihak kepolisian setempat akhirnya dapat meredam aksi Edwin, dan memfasilitasinya untuk mediasi bertemu dengan pihak rumah sakit.
Edwin menyampaikan kekecewaannya terhadap pelayanan medis di RSUD Karawang setelah istri dan bayinya mengalami kondisi darurat. Namun menurutnya, penanganan dari pihak rumah sakit terkesan lamban dan tidak sabar. Peristiwa itu terjadi pada Selasa (29/4/2025) dini hari.
Menurut keterangan Edwin, pada Selasa (29/4/2025) dini hari sekitar pukul 01.00 WIB, istrinya mengalami pendarahan dan langsung dilarikan ke RSUD Karawang melalui instalasi gawat darurat (IGD).
“Saya takut terjadi apa-apa dengan istri saya, jadi saya langsung bawa ke rumah sakit. Sesampainya di IGD, langsung diberikan tindakan untuk menghentikan darah dan dipasang infus,” ujar Edwar, Senin (5/5/2025), saat menceritakan bayinya yang meninggal di RSUD Karawang.
Setelah dipasangi infus, pendarahan istrinya sempat berhenti. Tim medis kemudian melakukan USG dan perekaman detak jantung bayi yang saat itu masih dalam kondisi normal. Namun sekitar pukul 05.00 WIB, dokter menyatakan bahwa perlu dilakukan tindakan medis berupa terminasi kehamilan.
“Saya tidak paham soal medis, lalu saya tanya ke dokter, terminasi itu apa? Kata dokter bisa dikeluarkan paksa atau dilakukan caesar. Saya serahkan ke dokter, yang penting selamat,” tutur Edwin. Dokter pun menjelaskan bahwa kondisi ibu dan janin sama-sama berisiko.
Pada pukul 07.00 WIB, istri Edwin dipindahkan ke ruangan lain dan ditangani oleh dokter berbeda. Pemeriksaan detak jantung bayi kembali dilakukan dan hasilnya masih normal. Namun, istri Edwin kembali mengalami pendarahan meskipun sempat dihentikan sementara dengan pemberian obat.
Masalah kembali terjadi sekitar pukul 12.00 WIB. Pendarahan kembali terjadi, dan ketika Edwin meminta penjelasan dari tim medis, ia justru merasa mendapat respons tidak menyenangkan dari salah satu bidan.
“Saya tanya kenapa istri saya terus pendarahan, jawabannya ketus. Bidannya bilang, ‘Sabar bisa sabar enggak? Ini juga lagi nanganin yang kejang-kejang di IGD,’” kata Edwin menirukan.
Setelah pecah ketuban sejak siang hari, tindakan operasi baru dilakukan sekitar pukul 17.30 WIB. “Istri saya operasi pukul 17.30 WIB, tetapi itu pun tanpa pemeriksaan ulang. Saya heran kenapa tidak segera dilakukan tindakan setelah ketuban pecah pukul 12.00 WIB,” jelasnya tentang kejadian bayinya meninggal di RSUD Karawang.
Edwin juga mengungkapkan adanya perbedaan informasi terkait berat bayi yang dilahirkan. “Istri saya dengar dari bidan beratnya 1.600 gram, tetapi saat saya dipanggil ke ruang bayi, bidan bilang beratnya 1.200 gram. Kemudian saya diberitahu kalau bayi saya tidak akan bertahan lama karena terlalu kecil,” ujarnya.
Tragisnya, tiga jam setelah dilahirkan, anak Edwin dinyatakan meninggal dunia pada pukul 22.00 WIB.
“Saya kecewa dengan pelayanan medis di RSUD Karawang. Mereka terkesan lamban dan tidak sabar menangani pasien,” tutup Edwin dengan nada kecewa.
Sementara Dirut RSUD Karawang Andri S Alam menerangkan akan melakukan audit Internal terlebih dahulu untuk mencari letak kesalahannya. Menurutnya ini hanya kekesalahpahaman. “Inikan hanya interpretasi saja. Setelah dilakukan audit internal paling lama tujuh hari, nanti hasilnya akan kita jelaskan,” papar Andri terkait bayi meninggal di RSUD Karawang.