Nasional – Aktivitas vulkanik Gunung Merapi kembali menunjukkan peningkatan. Berdasarkan laporan Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG), dalam periode pengamatan Kamis (19/6/2025) pukul 00.00–24.00 WIB, gunung Merapi teramati memuntahkan puluhan kali guguran lava ke sejumlah aliran sungai.
“Teramati 29 kali guguran lava ke arah barat daya Kali Bebeng, Kali Krasak dan Kali Putih dengan jarak luncur maksimum 1.900 meter,” ujar Kepala BPPTKG Agus Budi Santoso dalam keterangan resminya pada Jumat (20/6/25).
Gunung Merapi yang berada di perbatasan Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah ini kini masih berada pada Level III atau Siaga.
BPPTKG juga mencatat adanya 53 kali gempa guguran, 121 gempa hybrid/fase banyak, dan tiga gempa tektonik jauh, yang menunjukkan suplai magma masih berlangsung dan berpotensi memicu awan panas guguran (APG).
Secara visual, gunung terlihat jelas meski sesekali tertutup kabut tipis. Asap kawah teramati berwarna putih dengan tekanan lemah dan intensitas bervariasi dari tipis hingga tebal, mencapai ketinggian 25–350 meter dari puncak.
BPPTKG mengeluarkan rekomendasi kepada masyarakat agar tidak melakukan aktivitas apapun di kawasan rawan bencana, khususnya pada sektor selatan barat daya yang meliputi Sungai Boyong sejauh maksimal 5 km, Sungai Bedog, Krasak, dan Bebeng sejauh maksimal 7 km.
Sedangkan pada sektor tenggara, potensi bahaya menjangkau, Sungai Woro sejauh maksimal 3 km, Sungai Gendol sejauh 5 km.
“Lontaran material vulkanik bila terjadi letusan eksplosif dapat menjangkau radius 3 km dari puncak. Masyarakat juga diminta mewaspadai bahaya lahar dan awan panas guguran terutama saat hujan turun di sekitar Gunung Merapi,” lanjutnya.
Masyarakat juga diminta untuk mengantisipasi dampak abu vulkanik dan selalu mengikuti informasi resmi dari BPPTKG. Apabila terjadi perubahan signifikan dalam aktivitas vulkanik, maka status Merapi akan ditinjau kembali.
Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api paling aktif di Indonesia dan terus diawasi ketat oleh otoritas kebencanaan untuk mengantisipasi dampak erupsi terhadap permukiman warga.