Nasional – Hampir seluruh wilayah Kalimantan Tengah (Kalteng) diprediksi akan memasuki puncak musim kemarau pada Juli hingga Agustus 2025.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengimbau masyarakat mewaspadai potensi bencana kebakaran hutan dan lahan (karhutla) yang kerap menyertai kemarau, terutama di daerah-daerah gambut.
Prakirawan Stasiun Meteorologi Kelas I Tjilik Riwut, Lian Adriani, menyebutkan bahwa kemarau akan mulai terjadi secara bertahap dari wilayah selatan Kalteng, lalu meluas ke daerah lainnya.
“Wilayah yang bakal menghadapi puncak kemarau Juli mendatang adalah Kabupaten Murung Raya bagian selatan dan sebagian kecil Kabupaten Barito Utara. Kemudian Katingan bagian utara dan sebagian kecil Seruyan bagian utara,” kata Lian kepada Kompas.com, Kamis (12/6/2025).
Lian menambahkan, sebagian besar wilayah Kalteng mulai mengalami musim kemarau dari awal hingga akhir Agustus 2025. Wilayah yang diperkirakan terdampak mencakup:
- Kabupaten Murung Raya bagian utara
- Sebagian besar Kabupaten Gunung Mas
- Kabupaten Kapuas bagian utara
- Sebagian tengah hingga barat Kabupaten Barito Utara
- Barito Selatan bagian utara
- Sebagian Pulang Pisau dan Kota Palangka Raya
“Setelah itu akan meluas ke Kabupaten Katingan, Kotawaringin Timur, Seruyan, Lamandau, Kotawaringin Barat, Sukamara, Barito Timur, dan Pulang Pisau,” jelasnya.
BMKG memperingatkan bahwa kemarau tahun ini berpotensi meningkatkan risiko karhutla, terutama di wilayah gambut seperti Kapuas, Pulang Pisau, Palangka Raya, dan Kotawaringin Timur.
“Diimbau kepada masyarakat agar tidak melakukan pembakaran lahan untuk tujuan apapun,” ujar Lian.
Menanggapi peringatan dini BMKG, Pemerintah Provinsi Kalimantan Tengah menyatakan kesiapsiagaannya.
Plt Sekretaris Daerah Kalteng, Leonard S Ampung, menyebutkan bahwa pihaknya telah menerima informasi bahwa Kalteng resmi memasuki awal musim kemarau sejak 11 Juni 2025.
Puncaknya diperkirakan terjadi Juli–Agustus dan berlangsung hingga 20 Oktober 2025.
“Gubernur Kalimantan Tengah menekankan pentingnya kesiapsiagaan semua elemen dalam menghadapi bahaya karhutla,” ujarnya di Palangka Raya, Rabu (11/6/2025).
Leonard menegaskan bahwa karhutla merupakan jenis bencana yang berkembang perlahan (slow-onset disaster), sehingga langkah pengendalian harus dimulai dari tahap pencegahan, bukan hanya penanganan darurat.
“Kita tidak bisa hanya mengandalkan penanganan darurat. Pencegahan dan mitigasi melalui deteksi dini harus diperkuat,” tegasnya.