Nasional – PT Sumber Hidup Chemindo (PT SHC) yang beroperasi di Pasuruan dan Surabaya terlibat dalam kasus penjualan sianida secara ilegal, dengan total keuntungan mencapai Rp 59 miliar.
Direktur PT SHC, Steven Sunugroho (SE), kini ditetapkan sebagai tersangka oleh Bareskrim Polri terkait kejahatan penyalahgunaan importasi dan perdagangan bahan berbahaya jenis sianida.
Dari informasi yang diperoleh, Steven Sunugroho melakukan impor sianida dari China dan Korea menggunakan dokumen perizinan perusahaan pertambangan emas yang tidak beroperasi, yaitu PT Satria Pratama Mandiri (PT SPM).
Dalam periode satu tahun antara 2024 hingga 2025, SE berhasil mengimpor sebanyak 494,4 ton sianida yang dikemas dalam 9.888 drum.
Bareskrim Polri menyita 6.101 drum yang berisi sianida, dengan rincian sebagai berikut: 1.092 drum berwarna putih dari Hebei Chengxin Co Ltd China, 710 drum berwarna hitam dari Hebei Chengxin Co Ltd China, serta sejumlah drum lainnya dari berbagai sumber.
Di Pasuruan, pihak kepolisian menemukan 3.520 drum Sodium Cyanide merek Guangan Chemgxin Chemical.
Menurut Dirtipidter Bareskrim Polri, Brigjen Pol Nunung Syaifuddin, “Di pasaran satu drum harganya kurang lebih Rp 6 juta. Tapi yang PPI ini lebih mahal, ada Rp 10 juta di lapangan.”
Untuk menghindari deteksi petugas, tersangka melepas label merek drum saat proses pengiriman, sehingga jejak distribusi sianida yang dilarang untuk diperdagangkan hilang.
Dalam satu kali pengiriman, tersangka mampu mengirim antara 100 hingga 200 drum berisi sianida. Dengan harga satu drum sekitar Rp 6 juta, total pengiriman yang dilakukan sebanyak tujuh kali menghasilkan keuntungan yang sangat besar.
“Ada 9.888 drum dengan asumsi harga di lapangan kita minimalkan Rp 6 juta saja. Hingga jumlah keuntungan yang diperoleh lebih dari Rp 59.328.000.000,” ujar Nunung.
Bareskrim Polri bersama Polda Jawa Timur berhasil mengungkap kasus ini, yang melibatkan perdagangan bahan kimia berbahaya yang disimpan di Surabaya dan Pasuruan.
Tersangka SE kini menghadapi ancaman pidana berdasarkan Pasal 24 ayat (1) Jo Pasal 106 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, yang dapat menghukum dengan penjara paling lama 4 tahun atau denda paling banyak Rp10 miliar.
Selain itu, ia juga disangkakan Pasal 8 ayat (1) huruf a, e, dan f Jo Pasal 62 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, dengan ancaman pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak Rp 2 miliar.