Nasional – Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal I-2025 tercatat hanya 4,87%, melambat dibanding kuartal sebelumnya. Menanggapi hal ini, Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menilai perlambatan ini erat kaitannya dengan masa transisi pemerintahan dari Presiden Joko Widodo ke Presiden terpilih Prabowo Subianto.
Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, kontraksi pada konsumsi pemerintah menjadi salah satu faktor utama pelemahan ekonomi nasional.
“Percepatan belanja negara menjadi kunci,” ujar Luhut Pandjaitan di Instagram miliknya, Selasa (6/5/2025).
Menurut Luhut, pemerintah perlu segera mendorong program-program strategis seperti Makan Bergizi (MBG) agar belanja negara mampu memberi dampak langsung ke perekonomian daerah.
Program ini dinilai berpotensi menciptakan simpul ekonomi di desa dan meningkatkan kesejahteraan petani, peternak, serta pelaku UMKM lokal.
Namun, ia mengakui tantangan besar yang dihadapi saat ini, mulai dari perlambatan konsumsi rumah tangga, investasi yang belum pulih optimal, ekspor yang tertekan kondisi global, hingga ketimpangan pertumbuhan antarwilayah.
“Pemerataan dan percepatan harus dijalankan secara simultan,” tegasnya.
Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi, menyoroti lemahnya respons pemerintah terhadap situasi ini. Ia menilai kebijakan fiskal justru terlalu konservatif di tengah tekanan global dan lesunya pasar domestik.
“Belanja negara seolah ditarik mundur dari ruang publik, padahal seharusnya menjadi bantalan utama ekonomi,” ujarnya.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan kontribusi terbesar pada pertumbuhan ekonomi masih berasal dari konsumsi rumah tangga yang tumbuh 4,89% dan menyumbang 54,53%. Disusul investasi atau PMTB yang tumbuh 2,12% dengan kontribusi 28,03%. Sementara itu, ekspor hanya tumbuh 1,38% dengan kontribusi 22,3%.
Syafruddin mengingatkan, ketahanan ekonomi nasional sangat bergantung pada daya beli masyarakat. Lonjakan harga kebutuhan pokok, kenaikan pajak, atau minimnya bantuan sosial bisa melemahkan konsumsi domestik.
“Penguatan pasar domestik harus jadi prioritas utama dalam kebijakan ekonomi nasional,” tutup Ekonom Universitas Andalas, Syafruddin Karimi terkait lambatnya pertumbuhan ekonomi di Tanah Air.