Nasional – Budi Awaludin yang merupakan Plt Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta angkat bicara mengenai pemecatan 107 guru honorer. Dinas Pendidikan berdalih jika guru honorer itu tidak terdaftar di Dapodik serta diangkat tanpa seleksi yang jelas maka harus ditertibkan.
Menurut Budi, para guru honorer ini diangkat oleh kepala sekolah dan dibayar menggunakan dana BOS. Hal ini menimbulkan kejanggalan yang ditemukan oleh BPK pada 2023.
Saat ditemui di gedung Balai Kota Jakarta Pusat, Rabu (17/7/2024) sore, Budi Awaludin membantah pihaknya telah melakukan pemecatan terhadap 107 guru honorer. Menurutnya, mereka hanya ditertibkan karena tidak sesuai dengan prosedur saat dilakukan seleksi maupun pengangkatannya.
“Jadi sebenarnya bukan dipecat. Maksudnya, konotasi dipecat itu kalau Dinas Pendidikan mengangkat guru dengan seleksi yang sudah disesuaikan dan kemudian diberhentikan. Nah, kondisinya adalah guru honorer ini diangkat oleh kepala sekolah dan dibayar dengan dana BOS tanpa seleksi yang jelas, dengan subjektivitas mereka dan tidak sesuai dengan ketentuan dan kebutuhan,” kata Budi.
Budi menambahkan, guru honorer tidak tercatat sebagai anggota Dinas Pendidikan karena proses seleksi dan pengangkatan dilakukan di luar pengetahuan Dinas Pendidikan dan hanya dilakukan oleh kepala sekolah saja.
“Kami sudah informasikan sejak jauh hari, dari 2017 dan bahkan pada 2022 pun sudah kami informasikan agar tidak mengangkat guru honorer. Namun, dalam praktiknya, ada beberapa kepala sekolah yang tetap mengangkat guru honorer yang dibiayai oleh dana BOS,” tambahnya.
Budi menjelaskan, dalam Permendikbud, dana BOS untuk guru harus memenuhi 4 kriteria. Pertama, mereka bukan ASN. Kedua, mereka terdata dalam Dapodik. Ketiga, mereka mempunyai NUPTK. Keempat, tidak ada tunjangan guru.
“Dari keempat kriteria tersebut, ada dua yang tidak dimiliki, yaitu mereka tidak terdata dalam Dapodik dan mereka tidak memiliki NUPTK,” kata Budi.
Larangan pengangkatan guru honorer sejatinya sudah disosialisasikan sejak 2017. Namun, menurut Budi, masih ada kepala sekolah yang bandel dan tidak taat aturan.
“Apa yang dilakukan oleh kepala sekolah selama ini, yaitu mengangkat para guru honorer, tidak sepengetahuan Dinas Pendidikan dan tidak sesuai dengan kebutuhan. Pengangkatannya tidak dipublikasikan dan bersifat subjektif,” kata Budi.
“Memang jumlahnya tidak terlalu banyak, jika satu sekolah hanya satu atau dua, namun jika sekolahnya banyak, pengaruhnya menjadi signifikan. Jadi, ini bukan pemecatan, kami melakukan penataan dan penertiban agar para guru benar-benar tertib,” jelasnya.