Nasional – Persoalan tapal batas wilayah antara Kabupaten Mimika dengan Kabupaten Deiyai, Provinsi Papua Tengah, kembali menimbulkan konflik. Aksi saling klaim berujung pada penyerangan hingga pembakaran beberapa rumah di perbatasan Mimika-Deiyai pada Senin (24/11/2025).
Kapolsek Mimika Barat, Ipda Jamiluddin saat dikonfirmasi melalui sambungan telepon, Selasa (25/11/2025), mengatakan bahwa insiden itu berawal saat warga Mimika di Kampung Kapiraya menggelar prosesi adat di area lapangan terbang hingga terjadi perdebatan.
“Menurut informasi dari masyarakat, saat pulang dari lokasi, sempat mereka (masyarakat dari lima kampung) bersitegang dengan kelompok masyarakat lain, akhirnya terjadilah aksi yang beredar (video pembakaran),” katanya.
“Jadi yang rumah terbakar itu secara administratif wilayah Deiyai, diduga pelaku pembakaran itu adalah masyarakat yang pulang acara adat tadi. Penyerangan juga sempat terjadi pada Jumat, 21 November 2025 lantaran ada oknum warga dari Deiyai yang mengklaim dengan melakukan pematokan di sekitar Kali Ore Kapiraya, Mimika Barat,” ujarnya.
Mengantisipasi adanya aksi susulan, kepolisian telah menyiapkan personel untuk dikirim ke lokasi.
Buntut konflik tapal batas, massa yang tergabung dalam Front Pemilik Hak Ulayat (FPHUM) menduduki kantor DPRK Mimika, Selasa (25/11/2025). Ratusan massa disambut langsung Bupati Mimika Johannes Rettob dan para anggota dewan.
Dalam aksi demo damai, massa menuntut agar Pemkab Mimika segera menyelamatkan hak ulayat Mimika. Mereka juga menuntut Gubernur Provinsi Papua Tengah bertanggung jawab atas pencaplokan wilayah adat suku Kamoro atau Mimika Wee oleh Kabupaten Deiyai dan Dogiyai.
Warga juga meminta Dinas Perhubungan segera tutup lapangan terbang di Kampung Kapiraya hingga pembangunan pos keamanan TNI dan Polri.
Ketua Aliansi Pemuda Kamoro (APK) Rafael Taorekeyau dalam orasinya mengaku siap mempertahankan hak ulayat Mimika. Ia mengatakan, Mimika bukanlah tanah kosong sehingga banyak orang melakukan pemekaran kampung di Mimika tanpa koordinasi.
“Ini tanah adat kami, Tuhan sudah tentukan. Hari ini kembalikan kami ke Bomberai bukan Meepago. Masyarakat adat pemilik hak ulayat,” tegasnya.
Persoalan tapal batas itu pun diminta agar segera diselesaikan sebelum perayaan Natal 2025.
Bupati Mimika Johannes Rettob menyebut bahwa pihaknya telah mengirimkan surat sebanyak dua kali kepada Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) terkait persoalan tapal batas wilayah.
Menurutnya, luas Kabupaten Mimika adalah 21.000 kilometer persegi sesuai dengan Undang-undang Nomor 45 Tahun 1999 tanpa adanya pemekaran hingga saat ini. Sementara kabupaten lain telah dimekarkan.
Seiring pembentukan Daerah Otonomi Baru (DOB), Mimika kini menjadi bagian dari Provinsi Papua Tengah.
“Inti dari semua ini adalah Kementerian Dalam Negeri. Soal itu, kami sudah mengirim surat sebanyak dua kali kepada Kemendagri. Kami meminta agar mengembalikan tapal batas Mimika,” ujarnya sembari mengajak masyarakat tetap menjaga wilayah Mimika.
