Nasional – Sebanyak 13 warga binaan di Lapas Perempuan Kelas IIA Malang terindikasi mengidap tuberkulosis (TBC).
Hal ini diketahui setelah pihak Lapas menggelar skrining massal bagi seluruh warga binaan pemasyarakatan (WBP) untuk memutus mata rantai penularan Tuberkulosis TBC.
Pemeriksaan yang dimulai pada Senin (1/9/2025) ini merupakan bagian dari program strategis nasional antara Direktorat Jenderal Pemasyarakatan dan Kementerian Kesehatan untuk percepatan eliminasi TBC di Indonesia.
Kepala Lapas Perempuan Malang, Yunengsih menjelaskan bahwa deteksi dini adalah kunci utama dalam pengendalian TBC di lingkungan padat seperti lapas.
“Kegiatan ini adalah wujud komitmen kami untuk memberikan pelayanan kesehatan maksimal. Lingkungan yang sehat dan bebas penyakit menular adalah syarat mutlak agar proses pembinaan dapat berjalan optimal,” ujar Yunengsih pada Senin (1/9/2025).
Total, sebanyak 437 warga binaan menjadi target pemeriksaan yang berlangsung selama dua hari. Untuk memastikan kelancaran dan akurasi, Lapas Perempuan Malang berkolaborasi dengan Dinas Kesehatan Kota Malang serta dua fasilitas kesehatan terdekat, yaitu Puskesmas Mulyorejo dan Puskesmas Janti.
Pada hari pertama, 242 warga binaan telah menjalani pemeriksaan menggunakan metode rontgen dada. Metode ini dipilih karena kemampuannya mendeteksi potensi kelainan pada paru-paru secara cepat dan efisien.
“Dengan rontgen, kita bisa mengidentifikasi indikasi TBC lebih awal. Ini memungkinkan kami untuk segera memberikan penanganan medis yang tepat sekaligus melindungi warga binaan lain dari risiko penularan,” jelas Yunengsih.
Dari 242 WBP yang diperiksa, tim medis menemukan 13 orang yang terindikasi mengidap TBC. Sebagai tindak lanjut, mereka akan menjalani pemeriksaan dahak (sputum) untuk mendapatkan diagnosis pasti.
“Warga binaan yang terindikasi akan langsung kami isolasi dan jalani prosedur perawatan sesuai standar kesehatan. Ini adalah langkah tegas untuk mencegah penyebaran lebih lanjut di dalam lapas,” katanya.
Selain skrining fisik, program ini juga membekali para warga binaan dengan edukasi mengenai Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS). Materi yang diberikan mencakup pentingnya kebersihan lingkungan, etika batuk, dan gizi seimbang sebagai benteng pertahanan terhadap penyakit menular.
“Kami ingin menumbuhkan kesadaran bahwa kesehatan adalah tanggung jawab bersama. Dengan pengetahuan yang cukup, mereka diharapkan dapat berperan aktif menjaga kesehatan diri sendiri dan lingkungan selama menjalani masa pembinaan,” tutup Yunengsih.
