Nasional – Sebanyak 814 buruh mengalami pemutusan hubungan kerja atau PHK di PT Sung Chang Indonesia (SCI) yang terdapat di Kabupaten Kulon Progo, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Proses PHK ini berlangsung secara bertahap sepanjang tahun ini.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kulon Progo, Bambang Sutrisno, menjelaskan bahwa pihaknya melakukan monitoring terhadap beberapa perusahaan, termasuk SCI, yang merupakan produsen wig terbesar di wilayah tersebut.
“Hasil monitoring lalu kami deteksi dini terhadap permasalahan ketenagakerjaan,” ungkap Bambang usai mengikuti pelantikan ketua DPRD Kulon Progo, Rabu (23/10/2024).
SCI sebutan pada Sung Chang Indonesia merupakan produsen rambut palsu kualitas ekspor. Pabrik ini terbesar yang ada di Kulon Progo dengan mempekerjakan 1.532 buruh.
Bambang menambahkan bahwa penurunan produksi di SCI disebabkan oleh lesunya ekonomi global, yang berdampak pada permintaan wig baik di dalam negeri maupun luar negeri.
“Performa perusahaan terus menurun dan pemutusan hubungan kerja pun tidak bisa dihindari,” jelasnya.
Sebagian besar buruh yang terdampak adalah pekerja di bagian operator, dengan masa kerja yang bervariasi. “Ada yang sudah bekerja lima tahun. Rata-rata buruh semua,” kata Bambang.
Disnakertrans langsung memantau situasi di SCI untuk memastikan hak-hak buruh terpenuhi.
Dalam PHK besar-besaran ini, buruh yang mengundurkan diri sebelum 21 Oktober 2024 akan menerima uang pisah, uang penggantian hak cuti, serta ongkos pulang ke rumah sesuai dengan peraturan perusahaan.
Peraturan tersebut mengacu pada Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2021 tentang Perjanjian Kerja Waktu Tertentu, Alih Daya, Waktu Kerja, dan Pemutusan Hubungan Kerja.
Setelah 21 Oktober 2024, buruh hanya akan memperoleh tali asih sesuai dengan masa kerja, yang akan dituangkan dalam perjanjian kerja bersama. “Kami monitor dan hak karyawan (harus) terpenuhi,” tegas Bambang.
Kasus di SCI merupakan salah satu dari beberapa PHK yang terjadi di Kulon Progo tahun ini. Selain SCI, terdapat empat perusahaan lain yang juga melakukan PHK, meskipun jumlah karyawan yang terkena dampak tidak sebanyak di SCI.
“Ada sekitar empat atau lima perusahaan yang melakukan PHK, tapi rata-rata tidak sampai 10 karyawan,” tambah Bambang.
Lesunya ekonomi global menjadi faktor utama yang memicu penurunan omzet beberapa perusahaan penghasil produk ekspor, yang berdampak langsung pada kondisi buruh.