Nasional – Dinas Sosial Kabupaten Bogor menemukan ketidaksesuaian data penerima bantuan sosial di Kecamatan Ciomas setelah melakukan verifikasi lapangan terhadap sejumlah keluarga penerima manfaat.
Dari total 2.088 penerima di wilayah tersebut, sekitar dua puluh persen di antaranya dinilai sudah tidak layak menerima bantuan karena kondisi ekonominya membaik.
Temuan itu muncul setelah petugas diminta menguji kembali data penerima pasca viralnya video pemasangan stiker keluarga miskin di rumah warga yang memiliki mobil dan hunian layak.
Pendamping Sosial Dinsos Kabupaten Bogor untuk wilayah Ciomas, Ramdan Ardi, mengatakan pengecekan dilakukan secara sampling dan mencocokkan data penerima dengan kondisi riil di lapangan.
“Dari 2.088 penerima, ada sekitar 20 persen yang tidak sesuai. Mereka sebenarnya sudah sejahtera, tapi di sistem masih terbaca sebagai penerima,” ujar Ramdan saat dihubungi Kompas.com, Selasa (25/11/2025).
Ramdan menambahkan ketidaktepatan data tidak hanya terjadi pada satu kasus, tetapi juga ditemukan di sejumlah titik lain. Menurut dia, persoalan ini disebabkan data lama yang masih digunakan pada sistem pendataan.
Ia menjelaskan ketidaktepatan sasaran bansos terjadi karena masih memakai data yang direkam pada masa pandemi Covid-19. Data tersebut, termasuk yang dihimpun melalui aplikasi Sapa Warga pada 2020, belum seluruhnya diperbarui meski kondisi ekonomi warga berubah.
“Covid-nya sudah lewat, tapi bansosnya masih diterima. Ini data lama yang belum terbarui,” ucapnya.
Data penerima bansos saat ini mengacu pada Data Tunggal Sejahtera Sosial Ekonomi Nasional (DTSEN). Namun hasil verifikasi menunjukkan masih terdapat error pada pemetaan peringkat kesejahteraan sosial yang ditetapkan melalui sistem pendataan BPS.
Sistem menempatkan sebagian warga pada kategori desil bawah, padahal kondisi ekonominya sudah meningkat. Ramdan mengatakan beberapa rumah yang dicek memiliki kendaraan dan tempat tinggal yang tidak mencerminkan kategori keluarga miskin.
“Masih ada data yang tidak sesuai. Peringkat kesejahteraan sosialnya tidak menggambarkan kondisi (di lapangan),” tuturnya.
Ramdan menyebut terbatasnya jumlah petugas pendamping sosial menjadi kendala dalam memperbaiki validasi data. Di Kecamatan Ciomas hanya terdapat tujuh petugas yang menangani ribuan keluarga penerima manfaat.
“Kendala terbesar itu waktu dan personel. Petugas cuma tujuh orang, sedangkan penerimanya banyak,” kata Ramdan.
Ia menilai pembaruan data seharusnya dilakukan lebih intensif oleh pemerintah pusat, mengingat data DTSEN menjadi acuan utama penyaluran bansos.
Ramdan juga menekankan pentingnya sensus sosial ekonomi yang lebih akurat agar warga sejahtera tidak tetap tercatat sebagai keluarga miskin di sistem.
Selain itu, ia meminta warga yang merasa ekonominya membaik agar sukarela melapor dan mengundurkan diri dari daftar penerima.
“Seharusnya mereka datang dan menyampaikan bahwa sudah tidak layak menerima bansos, datang ke RT, RW, desa, atau kecamatan untuk mengundurkan diri,” ujarnya.
