Nasional – Dua mahasiswa Universitas Diponegoro (Undip), Rezki Setia Budi dan Muhammad Rafli Susanto, menyatakan masih pikir-pikir untuk menentukan langkah hukum selanjutnya setelah divonis 2 bulan 3 hari penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Semarang, Selasa (7/10/2025).
Keduanya dinilai terbukti melakukan penyekapan terhadap seorang anggota polisi bernama Brigadir Eka, saat aksi demonstrasi May Day berlangsung di Semarang.
Vonis tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Rudy Ruswoyo, dalam sidang yang digelar terbuka untuk umum.
Hakim lantas memberikan waktu bagi kedua terdakwa untuk berkonsultasi dengan kuasa hukum sebelum menyampaikan sikap atas vonis tersebut.
“Kami pikir-pikir,” jawab dua terdakwa kepada majelis hakim usai putusan dibacakan.
Selain vonis pidana, majelis hakim juga memerintahkan agar keduanya dikeluarkan dari tahanan kota. “Rezki Setia Budi dan Muhammad Rafli Susanto, segera dikeluarkan dari tahanan kota,” kata majelis hakim.
Dalam pertimbangannya, hakim menilai keduanya bersikap sopan selama persidangan, mengakui perbuatannya, serta telah meminta maaf kepada korban dan dimaafkan.
“Mengakui perbuatannya, sudah meminta maaf ke korban dan dimaafkan, masih mahasiswa,” ujar Rudy.
Keduanya pun langsung dinyatakan bebas sebagai tahanan kota karena telah menjalani masa pidana lebih lama dari vonis yang dijatuhkan.
Kasus ini bermula saat aksi demonstrasi Hari Buruh (May Day) di Semarang berlangsung ricuh. Brigadir Eka, anggota intel Polda Jawa Tengah, yang mengenakan pakaian preman berupa kaus hitam dan celana jeans, diduga dikenali oleh massa mahasiswa.
Beberapa peserta aksi meneriakkan kata “polisi”, hingga Brigadir Eka sempat dipukul dan dikerumuni massa.
“Saya digandeng, diarak ke arah depan gerbang Undip. Di situ ada mobil kancil,” kata Eka saat bersaksi di persidangan.
Kedua terdakwa, Rezki dan Rafli, kemudian membawa Brigadir Eka ke Auditorium Universitas Diponegoro (Undip) dan menahannya hingga malam hari sebelum akhirnya dilepaskan.
Atas perbuatannya, keduanya didakwa dengan Pasal 333 ayat (1) KUHP tentang perampasan kemerdekaan seseorang, serta Pasal 170 ayat (2) ke-1 KUHP tentang pengeroyokan.
Setelah mendengar vonis, baik jaksa maupun penasihat hukum terdakwa juga menyatakan masih pikir-pikir terkait langkah hukum selanjutnya.