Nasional – Gubernur Jawa Tengah, Ahmad Luthfi, mengungkapkan bahwa sebanyak 2.700 pelajar di 15 daerah di Jawa Tengah mengalami keracunan akibat program Makanan Bergizi Gratis (MBG).
Menurut Luthfi, keracunan ini disebabkan oleh ketidakcocokan perut anak-anak dengan menu makanan baru, terutama bagi mereka yang terbiasa mengonsumsi mi instan.
Pernyataan tersebut disampaikan Luthfi dalam rapat koordinasi MBG yang melibatkan seluruh kepala daerah, ahli gizi, dan mitra Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di GOR Jatidiri, Kota Semarang, pada Senin (6/10/2025).
“Dari 35 kabupaten, sudah 15 kabupaten yang kemarin tidak baik-baik saja. Hampir 2.700 anak-anak kita yang menjadi sasaran terkontaminasi,” ujarnya.
Luthfi menjelaskan bahwa keracunan tersebut dipicu oleh beberapa faktor, termasuk ketidakcocokan perut anak dengan makanan baru, serta masalah kebersihan makanan dan peralatan di SPPG.
“Sing biasane (yang biasanya) makan indomie dikasih spageti (saat MBG), ora cocok wetenge (tidak cocok perutnya), jadi penyakit (keracunan). Ada lemah dari higenitas, sanitasi. Omprengnya tidak bersih jadi penyakit,” tambahnya.
Selain itu, Luthfi juga menyoroti minimnya Sumber Daya Manusia (SDM) di SPPG, terutama tenaga ahli yang seharusnya mencicipi pangan sebelum diedarkan.
“Kemudian sumber daya manusia yang menjamah makanan, yang megang makanan itu kurang profesional. Karena buru-buru belum siap disimpan, lama kelamaan jadi penyakit,” ungkapnya.
Untuk mengevaluasi insiden keracunan massal ini, Luthfi meminta SPPG untuk melakukan perbaikan dan memenuhi syarat Sertifikat Laik Higienitas Sanitasi (SLHS).
Ia juga menekankan pentingnya tanggung jawab moral seluruh kepala daerah untuk memastikan program MBG berjalan dengan aman, higienis, dan berkelanjutan.
“Jangan ada kepala daerah yang apatis. SPPG yang sudah ada harus terbuka untuk dicek, minimal bupatinya atau ibu-ibu PKK meninjau langsung. Harus ada keterbukaan dan koordinasi dengan Satgas MBG,” tegas Luthfi.
Lebih lanjut, Luthfi memastikan bahwa program unggulan Presiden Prabowo ini akan tetap dilanjutkan meskipun telah menimbulkan ribuan korban terdampak keracunan MBG.
“(MBG) tidak boleh berhenti, karena program MBG ini wajib hukumnya yang harus dilaksanakan oleh pemerintah provinsi berikut jajaran walikota bupati di 35 kabupaten kota,” pungkasnya.