Kesehatan – Ganja ternyata bukan tanpa risiko. Sebuah studi besar yang menganalisis data dari 200 juta orang menunjukkan bahwa penggunaan ganja dapat menggandakan risiko kematian akibat penyakit jantung. Yang lebih mengejutkan, sebagian besar pasien yang terkena dampaknya adalah orang muda, berusia antara 19 hingga 59 tahun, yang tidak memiliki riwayat gangguan jantung maupun kebiasaan merokok.
Menurut Émilie Jouanjus, dikutip CNN, Rabu (18/6/2025), profesor farmakologi dari Universitas Toulouse, banyak pasien yang dirawat akibat dampak ganja sebenarnya tidak memiliki faktor risiko kardiovaskular lain, sehingga efeknya benar-benar tak terduga.
Studi yang dipublikasikan di jurnal Heart itu juga mengungkapkan bahwa pengguna ganja memiliki risiko serangan jantung lebih tinggi sebesar 29% dan risiko strok naik 20% dibandingkan mereka yang tidak mengonsumsi.
Dr Lynn Silver dari Universitas California, San Francisco, menyebut temuan ini sebagai peringatan serius. Selama ini banyak orang menganggap ganja aman karena bersifat “alami”, padahal risikonya terhadap kesehatan jantung sangat nyata.
“Dokter dan masyarakat perlu menyadari bahwa ganja juga bisa berbahaya bagi jantung, sama seperti tembakau,” tegas Silver.
Silver, yang juga penasihat di Public Health Institute, mengkritik sistem regulasi ganja saat ini. Menurutnya, fokus utama selama ini hanya pada legalisasi dan keuntungan bisnis, tanpa memperhatikan aspek edukasi dan peringatan kesehatan.
Padahal, ganja yang beredar saat ini jauh lebih kuat dibandingkan era 1970-an. Beberapa produk ganja legal mengandung THC hingga 99%, jauh lebih tinggi dari kadar ganja konvensional. THC (tetrahydrocannabinol) merupakan senyawa psikoaktif utama yang dapat memicu berbagai efek samping, termasuk gangguan jantung dan ketergantungan.
“Pasar ganja terus berubah. Konsentrat dan vape saat ini bisa mengandung THC dalam kadar ekstrem yang berdampak serius bagi pengguna,” ujar Silver.
Cara konsumsi ganja juga memengaruhi dampaknya terhadap kesehatan. Studi menunjukkan bahwa baik merokok maupun mengonsumsi edibles (seperti permen atau makanan mengandung THC) sama-sama bisa merusak fungsi pembuluh darah dan meningkatkan risiko penyakit jantung.
Dalam studi terbaru, perokok ganja mengalami penurunan fungsi pembuluh darah sebesar 42%, sementara pengguna edibles mengalami penurunan hingga 56% dibandingkan mereka yang tidak menggunakan ganja sama sekali. Artinya, bahaya ganja tak hanya berasal dari asap, tapi juga dari kandungan THC yang dikonsumsi lewat makanan.
Selain itu, ganja berkekuatan tinggi juga dikaitkan dengan peningkatan risiko kecanduan, psikosis, dan gangguan mental lainnya. Sekitar 3 dari 10 pengguna ganja di AS mengalami “gangguan penggunaan ganja” — istilah medis untuk ketergantungan ganja, menurut data CDC.
“Saya telah melihat pasien usia lanjut menggunakan ganja untuk mengatasi nyeri atau sulit tidur tanpa tahu bahwa mereka sedang mempertaruhkan kesehatannya,” kata Silver.
“Beberapa di antara mereka bahkan sudah punya riwayat strok atau serangan jantung,” sambungnya.
Meski stigma lama tentang ganja sebagai zat berbahaya telah banyak berkurang seiring legalisasi di berbagai negara, para ahli menegaskan bahwa tidak semua “alami” berarti aman. Studi demi studi kini menunjukkan bahwa ganja, terutama dalam bentuk dan kekuatan modern, bisa berdampak serius terhadap kesehatan jantung, bahkan jika digunakan secara legal.
Masyarakat dan tenaga kesehatan diminta untuk lebih waspada. Saat ini mungkin belum semua efek jangka panjang bisa terlihat jelas, tapi bukti ilmiah terus bertambah dan mengarah ke satu kesimpulan penting: ganja bukan tanpa risiko, terutama untuk jantung dan pembuluh darah.